Selasa, 12 Mei 2020

IDENTIFIKASI PENYEBAB "UNSAFE BEHAVIOUR" DARI "SHELL MODEL"




SEMANGAT PAGI HSE RANGERS….

Semoga para Rangers selalu dalam keadaan semngat dan sehat ya.. aamiin

Kali ini kita mau bahas lagi tentang “Unsafe Behaviour”

Bahasan yang tidak ada habisnya ya rangers. Well, banyak mendengar rekan-rekan rangers yang curhat tentang para pekerja di tempatnya tidak mau berperilaku aman. Ada yang bilang :

“pekerja ditempat saya bandel gak mau berperilaku aman, tidak mau menggunakan APD dengan benar”

“pekerja ditempat saya daya tangkapnya kurang tidak bisa memahami informasi- informasi K3 yang saya berikan”

“pekerja ditempat saya bandel kalau di tegur malah ngambek”

Dan lain sebagainya..

Lalu apa jawaban saya..

“yakin karena gak mau?”..”yakin karena bandel?”…”yakin karena daya tangkapnya kurang?”

 

Hayuk kita cek lagi..

Well..kita memahami bahwa  perilaku dibentuk dengan banyak factor. Contoh sebuah teori yang sebelumnya sudah saya pernah jelaskan, yakni teori perilakuo menurut Lawarence Green (1980), faktor yang mempengaruhi perilaku seseorang  diantaranya adalah Predisposing factors (faktor dari diri sendiri) ,Enabling factors (faktor pemungkin adalah kemampuan dari suatu sumber daya yang diperlukan untuk membentuk perilaku) dan Reinforcing factors (faktor penguat) .

Faktor – factor tersebutlah yang bisa membentuk perilaku seseorang. Ya..kalau yang kita hadapi dilapangan kita hanya akan melihat dua kelompokkan perilaku dari seseorang apakah mereka menerapkan “perilaku aman” atau menerapkan “ perilaku tidak aman”.

Perilaku tidak aman atau “unsafe behaviour” inilah yang sering menjadi masalah bagi kita. Bahkan terkadang kita cepat kesal  karena banyaknya orang yang berperilaku tidak aman, Kita lupa bawa mereka berperilaku tidak aman dibangun karena sebab-sebab tertentu. Alhasil “penghakiman “ yang diberikan adalah karena SDM rendah, karena punya dasar ‘bandel’, karena tidak mau atau malas berperilaku aman dan sebagainya. Dan semua dititik beratkan pada ‘si pelaku yang berperilaku tidak aman tadi”

“Lalu kalua bukan dia penyebabnya siapa lagi?”

Sini –sini kita merapat diskusi…

Kapten Frank H Hawkins (1987) adalah  seorang mantan kapten di sebuah perusahaan penerbangan. Beliau telah mengemukakan sebuah teori tentang “SHELL Model” yang mana  merupakan bentuk pengembangan dari teori “SHEL” oleh Profesor Elwyn Edwards . Teori ‘SHELL’ ini di tulis dalam bukunya yang berjudul “Human Factor in flight”. Teori ini dibuat untuk membantu para investigator untuk mengetahui penyebab human eror di dunia pener bangan.

Nah, dari teori tersebut juga bisa kembangkan pula di bidang K3 secara umum. Sebagai analisa kenapa seseorang bisa berbuat kesalahan dengan berperilau tidak aman sehingga menyebabkan kecelakaan kerja.

Bagaimana pengaplikasiannya ??

Yuk kita pecah ….

·      S : Software

Pertanyaan yang bisa kita buat untuk identifikasi adalah

‘apakah telah tersedia prosedur atau aturan K3 dengan jelas?’

‘Apakah anda telah menuliskan secara rinci dan tepat setiap prosedur K3 yang diperlukan?’

Kelengkapan prosedur atau atauran ini bisa menjadi bukti legal dan mengingat seseorang untuk membentuk perilakunya ditempat kerja. Tidak hanya prosedur bahkan ketika anda menuliskan aturan-aturan K3 yang mengikat pada kontrak kerja anda dan menuliskan reward and unishment dalam aturan tersebut, saya yakin orang akan berpikir sekian kali ketika akan berperilaku di tempa kerja.

Anda pun ketika menegur atau memberi suatu feedback kepada pekerja tersebut juga akan punya dasar legacy yang jelas, sehingga tidak sekedar asal menyalahkan karena terbawa emosi.

·      H : Hardware

Pertanyaan yan bisa kita buat adalah

“Apakah pekerja sudah dilengkapi dengan peralatan sesuai dengan fungsi dan pekerjaan mereka?”

“Apakah anda sudah memastikan bahwa alat keselamatan yang diberikan oleh perusahaan sudah sesuai standard dan fit dengan pekerjaan mereka?”

Peralatan yang proper and fit dengan pekerjaan merupakan syarat utama seorang bisa menggunakannya dengan nyaman. Contoh:

Kasus 1 :,kita meminta seseorang untuk melakukan pekerjaan lifting barang..dari lanati satu ke deck diatasnya. Tetapi kita tidak menyediakan ­chain block atau alat angkut yang proper lainnya. Alhasil pekerja akan menggunakan barang seadanya untuk tetap bisa melakukan pekerjaan tersebut, yang tentunya bisa memicu perilaku tidak aman lainnya.

Kasus 2 : APD sudah diberikan kepada pekerja. Tetapi hal yang dilupakan adalah memantau kelayakannya secara berkala. Jika APD dirasa sudah tidak layak maka pekerja tentu tidak mau memaikanya..100% dengan alasan “tidak nyaman”. Hal ini bahkan juga berlaku ketika kita memberi APD yang baru. Terkadang karena tertarik dengan merk atau bahkan kecanggihan dan kebagusan modelnya kita melupakan bahwa apakah pekerja saya nanti bisa menggunakan APD ini? Apakah APD ini pas dengan proses kerja mereka?,,

So think again YA…bisa jadi alat keselamatan yang diberikan bisa menyebabkan ketidak selamatan lain juga diberikan dengan kondisi yang tidak pas.

·      E : Environment

Pertanyaan sederhananya

“Apakah kondisi lingkungan sekitar mendukung untuk bekerja secara produktif”

Identifikasi Bahaya, Penilaian Risiko dan Pengendalian Risiko menjadi jawaban yang harusnya sudah dilakukan. Kita tahu bahwa lingkungan yang penuh dengan bahaya bisa menimbulkan resiko-resiko di tempat kerja.

Kasus sederhananya adalah kebanyakan orang akan merasa tidak nyaman bekerja dilingkungan berdebu dan panas. Kalau sudah mengetahui adanya bahaya tersebut yang perlu kita lakukan adalah “Mengendalikannya”. Kalau belum dikendalikan atau diminimalisirjangan harap pekerja bisa bekerja dengan nyaman dan produktif :D

·      L : Liveware

Tidak jauh beda dengan Environment,, Liveware yang disoroti , hanya objeknya saja yang berbeda..pertanyaan yang bisa digali adalah

“Bagaimana atmosthphere diantara pekerja dan rekan kerjanya?”

“Bagaimana Bounding antara Supervisor dan bawahannya?”

Bounding antara pekerja dengan rekan kerjanya serta supervisor atau atasan dengan bawahannya sangatlah penting. Jangan sampai silaturahmi yang tidak baik  ini mencetuskan perilaku tidak aman, saling acuh bahkan tidak mau saling mengingatkan untuk bekerja dengan aman ketika bekerja.

Dan juga yang perlu digaris bawahi adalah..”Sebagai atasan sudah selayaknya anda memberi contoh yang baik dari pesan baik yang ingin anda sampaikan kepada bawahan anda”… kalua meminta pekerja tertib pakai APD anda jug harus tertib memakainya…ingat pekerja punya intel dimana-mana  :D

·      L : central Liveware

Nah yang  terakhir adalah pusat dari semua factor analisa tadi. Adalah apa yang terkandung ada individu itu sendiri

“apakah individu tersebut kompeten untuk melakukan pekerjaannya”

“apakah individu tersebut mempunyai faktor bawaan yang bisa mempengaruhi perilaku di tempat kerja”-(perilaku bawaan yang tidak bisa di manage)

Kalau identifikasi ini baiknya anda menggunakan alat ukur yang objective, contoh menambahkan tes psikologis atau tes keahlian tertentu ketika anda akan menjadikanya sebagai tenaga kerja. Jika semua hasil tel baik tetapi perilaku tetap tidak aman,,berarti bukan dirinya sendiri yang membentuk perilaku tersebut dan anda tiadk boleh menejudge dengan alasan kepribadiannya…

SO…kembalilah ke faktor-faktor yang lain tadi.

 

Nah,,rangers itu tadi pembahasan tentang “SHELL MODEL” di dunia K3. Sekali lagi yang perlu diingat adalah,, “SETIAP PERILAKU YANG DITUNJUKKAN OLEH SESEORANG PASTI ADA PENYEBABNYA”..jadi jangan percaya kalau ada yang bilang..”Aku mencintaimu tanpa sebab”..pastikan lagi pake SHELL YA :D

Semoga Bermanfaat dan Tetap SEMANGAT

Referensi :

Hawkins, Frank H.1987.Human Factors in Flight. Netherland:Gower Technical Press


Tidak ada komentar:

Posting Komentar