Rabu, 20 Mei 2020

FUNGSI DAN JENIS ALAT PELINDUNG DIRI (APD)


APD atau alat pelindung diri sering kali menjadi opsi utama dalam pemilihan pengendalian bahaya. Padahal menerut ketentuan perundangan dan teori-teori yang ada APD merupakan bentuk pengendalian yang terakhir. 

"Lalu apakah memilih  APD sebagai pengendalian utama itu salah?"

Hal tersebut tidak sepenuhnya salah , pun juga tidak sepenuhnya benar

"jadi bagaimana?"

Menurut Permenaker No 8 tahun 2010 tentang APD pasal 2 disitu telah dituliskan bahwa perusahaan wajib menyediaan APD bagi pekerja/buruh di tempat kerja. APD tersebut juga wajib diberikan oleh pengusaha secara cuma-cuma.

Dari peraturan tersebut kita bisa melihat bahwa APD memang merupakan sebuah kewajiban yang harus disediakan oleh pengusaha ya.

"Jadi tidak salah dong kalo kita memilih APD sebagai pengendalian utama"

eeeitsss tunggu dulu ferguso

Menurut teori-teori pengendalian dan beberapa bahkan dituangkan di peraturan perundangan APD merupakan tingkatan terakhir dalam pengendalian bahaya. Tingkatan ini biasa kita kenal sebagai Hirarki Pengendalian atau Hirarcy of Control. Contoh yang dikemukaan oleh ANSI/AIHA Z10- 2005 tentang The New Benchmark for Safety Management System Poin 5.1.1. disitu disebutkan ada 6 tingkatan hirarki pengendalian, dan APD merupakan tingkatan terakhir. Di standar itu juga menuliskan bahwa "hirarki ini menyediakan cara untuk menentukan pengendalian yang efekif yang bisa mengurangi risiko yang berhubungan dengan bahaya, yang mana dinilai dari eliminasi samapai dengan APD".

Jadi ketika kita sudah mencoba mengendalikan risiko dengan opsi-opsi tingkatan sebelumnya dan risiko tersebut mencapai level risiko pada level yang dapat diterima, artinya dalam kondisi bekerja tanpa APD sudah aman, ya tentu hal tersebut akan lebih efektif dan lebif efisien. Karena seseorang akan lebih nyaman ketika dapat bekerja dikondisi yang aman dan tidak memakai APD yang menempel terus menerus pada dirinya.

Jadi bisa dipahami ya, pertimbangkan terlebih dahulu opsi-opsi lain yang lebih efektif dan efisien sebelum memilih APD sebagai bentuk pengendalian dari risiko yang timbul dari adanya bahaya. Tapi jika sudah melalui beberapa pertimbangan dan opsi jatuh pada penggunaan APD maka penting kita memahami jenis-jenis APD beserta fungsinya. Apa saja sih jenis-jenis APD beserta fungsinya..yuk kita bahas :

a.     Alat pelindung kepala

1)    Fungsi

Alat pelindung kepala adalah alat pelindung yang berfungsi untuk melindungi kepala dari benturan, terantuk, kejatuhan atau terpukul benda tajam atau benda keras yang melayang atau meluncur di udara, terpapar oleh radiasi panas, api, percikan bahan-bahan kimia, jasad renik (mikro organisme) dan suhu yang ekstrim.

2)    Jenis

Jenis alat pelindung kepala terdiri dari helm pengaman (safety helmet), topi atau tudung kepala, penutup atau pengaman rambut, dan lain-lain.

b.     Alat pelindung mata dan muka

1)     Fungsi

Alat pelindung mata dan muka adalah alat pelindung yang berfungsi untuk melindungi mata dan muka dari paparan bahan kimia berbahaya, paparan partikel-partikel yang melayang di udara dan di badan air, percikan benda-benda kecil, panas, atau uap panas, radiasi gelombang elektromagnetik yang mengion maupun yang tidak mengion, pancaran cahaya, benturan atau pukulan benda keras atau benda tajam.

2)     Jenis

Jenis alat pelindung mata dan muka terdiri dari kacamata pengaman (spectacles), goggles, tameng muka (face shield), masker selam, tameng muka dan kacamata pengaman dalam kesatuan (full face masker).

c.     Alat pelindung telinga

1)    Fungsi

Alat pelindung telinga adalah alat pelindung yang berfungsi untuk melindungi alat pendengaran terhadap kebisingan atau tekanan.

2)    Jenis

Jenis alat pelindung telinga terdiri dari sumbat telinga (ear plug) dan penutup telinga (ear muff).

d.     Alat pelindung pernapasan beserta perlengkapannya

1)    Fungsi

Alat pelindung pernapasan beserta perlengkapannya adalah alat pelindung yang berfungsi untuk melindungi organ pernapasan dengan cara menyalurkan udara bersih dan sehat dan/atau menyaring cemaran bahan kimia, mikro-organisme, partikel yang berupa debu, kabut (aerosol), uap, asap, gas/ fume, dan sebagainya.

2)    Jenis

Jenis alat pelindung pernapasan dan perlengkapannya terdiri dari masker, respirator, katrit, kanister, Re-breather, Airline respirator, Continues Air Supply Machine=Air Hose Mask Respirator, tangki selam dan regulator (Self-Contained Underwater Breathing Apparatus /SCUBA), Self-Contained Breathing Apparatus (SCBA), dan emergency breathing apparatus.

e.     Alat pelindung tangan

1)    Fungsi

Pelindung tangan (sarung tangan) adalah alat pelindung yang berfungsi untuk melindungi tangan dan jari-jari tangan dari pajanan api, suhu panas, suhu dingin, radiasi elektromagnetik, radiasi mengion, arus listrik, bahan kimia, benturan, pukulan dan tergores, terinfeksi zat patogen (virus, bakteri) dan jasad renik.

 

 

2)    Jenis

Jenis pelindung tangan terdiri dari sarung tangan yang terbuat dari logam, kulit, kain kanvas, kain atau kain berpelapis, karet, dan sarung tangan yang tahan bahan kimia.

f.      Alat pelindung kaki

1)    Fungsi

Alat pelindung kaki berfungsi untuk melindungi kaki dari tertimpa atau berbenturan dengan benda-benda berat, tertusuk benda tajam, terkena cairan panas atau dingin, uap panas, terpajan suhu yang ekstrim, terkena bahan kimia berbahaya dan jasad renik, tergelincir.

2)     Jenis

Jenis Pelindung kaki berupa sepatu keselamatan pada pekerjaan peleburan, pengecoran logam, industri, kontruksi bangunan, pekerjaan yang berpotensi bahaya peledakan, bahaya listrik, tempat kerja yang basah atau licin, bahan kimia dan jasad renik, dan/atau bahaya binatang dan lain-lain.

g.     Pakaian pelindung

1)    Fungsi

Pakaian pelindung berfungsi untuk melindungi badan sebagian atau seluruh bagian badan dari bahaya temperatur panas atau dingin yang ekstrim, pajanan api dan benda-benda panas, percikan bahan-bahan kimia, cairan dan logam panas, uap panas, benturan (impact) dengan mesin, peralatan dan bahan,tergores, radiasi, binatang, mikro-organisme patogen dari manusia, binatang, tumbuhan dan lingkungan seperti virus, bakteri dan jamur.

2)     Jenis

Jenis pakaian pelindung terdiri dari rompi (Vests), celemek (Apron/Coveralls), Jacket, dan pakaian pelindung yang menutupi sebagian atau seluruh bagian badan.

h.     Alat pelindung jatuh perorangan

1)    Fungsi

Alat pelindung jatuh perorangan berfungsi membatasi gerak pekerja agar tidak masuk ke tempat yang mempunyai potensi jatuh atau menjaga pekerja berada pada posisi kerja yang diinginkan dalam keadaan miring maupun tergantung dan menahan serta membatasi pekerja jatuh sehingga tidak membentur lantai dasar.

2)    Jenis

Jenis alat pelindung jatuh perorangan terdiri dari sabuk pengaman tubuh (harness), karabiner, tali koneksi (lanyard), tali pengaman (safety rope), alat penjepit tali (rope clamp), alat penurun (decender), alat penahan jatuh bergerak (mobile fall arrester), dan lain-lain.

i.      Pelampung

1)    Fungsi

Pelampung berfungsi melindungi pengguna yang bekerja di atas air atau dipermukaan air agar terhindar dari bahaya tenggelam dan atau mengatur keterapungan (buoyancy) pengguna agar dapat berada pada posisi tenggelam (negative buoyant) atau melayang (neutral buoyant) di dalam air.

2)     Jenis

Jenis pelampung terdiri dari jaket keselamatan (life jacket), rompi keselamatan ( life vest), rompi pengatur keterapungan (Bouyancy Control Device).

Nah setelah memahami jenis dan fungsinya , penting kita memahami juga cara mengelola atau memelihara APD itu sendiri dengan melaksanakan Manajemen APD. 

Nah berikut poin-poin apa saja yang perlu diperhatikan dalam melakukan manajemen APD: 

  • identifikasi kebutuhan dan syarat APD;
  • pemilihan APD yang sesuai dengan jenis bahaya dan kebutuhan/kenyamanan pekerja/buruh;
  • pelatihan;
  • penggunaan, perawatan, dan penyimpanan;
  • penatalaksanaan pembuangan atau pemusnahan;
  • pembinaan;
  • inspeksi; dan
  • evaluasi dan pelaporan.

Nah HSE Rangers itu tadi ya sekilas irformasi tentang APD . Semoga bermanfaat...dan Tetap Semangat ....

Referensi :
Permenaker No 8 tahun 2020 tentang Alat Pelindung Diri
ANSI/AIHA Z10-2005 The New Benchmark for Safety Management System

Selasa, 12 Mei 2020

IDENTIFIKASI PENYEBAB "UNSAFE BEHAVIOUR" DARI "SHELL MODEL"




SEMANGAT PAGI HSE RANGERS….

Semoga para Rangers selalu dalam keadaan semngat dan sehat ya.. aamiin

Kali ini kita mau bahas lagi tentang “Unsafe Behaviour”

Bahasan yang tidak ada habisnya ya rangers. Well, banyak mendengar rekan-rekan rangers yang curhat tentang para pekerja di tempatnya tidak mau berperilaku aman. Ada yang bilang :

“pekerja ditempat saya bandel gak mau berperilaku aman, tidak mau menggunakan APD dengan benar”

“pekerja ditempat saya daya tangkapnya kurang tidak bisa memahami informasi- informasi K3 yang saya berikan”

“pekerja ditempat saya bandel kalau di tegur malah ngambek”

Dan lain sebagainya..

Lalu apa jawaban saya..

“yakin karena gak mau?”..”yakin karena bandel?”…”yakin karena daya tangkapnya kurang?”

 

Hayuk kita cek lagi..

Well..kita memahami bahwa  perilaku dibentuk dengan banyak factor. Contoh sebuah teori yang sebelumnya sudah saya pernah jelaskan, yakni teori perilakuo menurut Lawarence Green (1980), faktor yang mempengaruhi perilaku seseorang  diantaranya adalah Predisposing factors (faktor dari diri sendiri) ,Enabling factors (faktor pemungkin adalah kemampuan dari suatu sumber daya yang diperlukan untuk membentuk perilaku) dan Reinforcing factors (faktor penguat) .

Faktor – factor tersebutlah yang bisa membentuk perilaku seseorang. Ya..kalau yang kita hadapi dilapangan kita hanya akan melihat dua kelompokkan perilaku dari seseorang apakah mereka menerapkan “perilaku aman” atau menerapkan “ perilaku tidak aman”.

Perilaku tidak aman atau “unsafe behaviour” inilah yang sering menjadi masalah bagi kita. Bahkan terkadang kita cepat kesal  karena banyaknya orang yang berperilaku tidak aman, Kita lupa bawa mereka berperilaku tidak aman dibangun karena sebab-sebab tertentu. Alhasil “penghakiman “ yang diberikan adalah karena SDM rendah, karena punya dasar ‘bandel’, karena tidak mau atau malas berperilaku aman dan sebagainya. Dan semua dititik beratkan pada ‘si pelaku yang berperilaku tidak aman tadi”

“Lalu kalua bukan dia penyebabnya siapa lagi?”

Sini –sini kita merapat diskusi…

Kapten Frank H Hawkins (1987) adalah  seorang mantan kapten di sebuah perusahaan penerbangan. Beliau telah mengemukakan sebuah teori tentang “SHELL Model” yang mana  merupakan bentuk pengembangan dari teori “SHEL” oleh Profesor Elwyn Edwards . Teori ‘SHELL’ ini di tulis dalam bukunya yang berjudul “Human Factor in flight”. Teori ini dibuat untuk membantu para investigator untuk mengetahui penyebab human eror di dunia pener bangan.

Nah, dari teori tersebut juga bisa kembangkan pula di bidang K3 secara umum. Sebagai analisa kenapa seseorang bisa berbuat kesalahan dengan berperilau tidak aman sehingga menyebabkan kecelakaan kerja.

Bagaimana pengaplikasiannya ??

Yuk kita pecah ….

·      S : Software

Pertanyaan yang bisa kita buat untuk identifikasi adalah

‘apakah telah tersedia prosedur atau aturan K3 dengan jelas?’

‘Apakah anda telah menuliskan secara rinci dan tepat setiap prosedur K3 yang diperlukan?’

Kelengkapan prosedur atau atauran ini bisa menjadi bukti legal dan mengingat seseorang untuk membentuk perilakunya ditempat kerja. Tidak hanya prosedur bahkan ketika anda menuliskan aturan-aturan K3 yang mengikat pada kontrak kerja anda dan menuliskan reward and unishment dalam aturan tersebut, saya yakin orang akan berpikir sekian kali ketika akan berperilaku di tempa kerja.

Anda pun ketika menegur atau memberi suatu feedback kepada pekerja tersebut juga akan punya dasar legacy yang jelas, sehingga tidak sekedar asal menyalahkan karena terbawa emosi.

·      H : Hardware

Pertanyaan yan bisa kita buat adalah

“Apakah pekerja sudah dilengkapi dengan peralatan sesuai dengan fungsi dan pekerjaan mereka?”

“Apakah anda sudah memastikan bahwa alat keselamatan yang diberikan oleh perusahaan sudah sesuai standard dan fit dengan pekerjaan mereka?”

Peralatan yang proper and fit dengan pekerjaan merupakan syarat utama seorang bisa menggunakannya dengan nyaman. Contoh:

Kasus 1 :,kita meminta seseorang untuk melakukan pekerjaan lifting barang..dari lanati satu ke deck diatasnya. Tetapi kita tidak menyediakan ­chain block atau alat angkut yang proper lainnya. Alhasil pekerja akan menggunakan barang seadanya untuk tetap bisa melakukan pekerjaan tersebut, yang tentunya bisa memicu perilaku tidak aman lainnya.

Kasus 2 : APD sudah diberikan kepada pekerja. Tetapi hal yang dilupakan adalah memantau kelayakannya secara berkala. Jika APD dirasa sudah tidak layak maka pekerja tentu tidak mau memaikanya..100% dengan alasan “tidak nyaman”. Hal ini bahkan juga berlaku ketika kita memberi APD yang baru. Terkadang karena tertarik dengan merk atau bahkan kecanggihan dan kebagusan modelnya kita melupakan bahwa apakah pekerja saya nanti bisa menggunakan APD ini? Apakah APD ini pas dengan proses kerja mereka?,,

So think again YA…bisa jadi alat keselamatan yang diberikan bisa menyebabkan ketidak selamatan lain juga diberikan dengan kondisi yang tidak pas.

·      E : Environment

Pertanyaan sederhananya

“Apakah kondisi lingkungan sekitar mendukung untuk bekerja secara produktif”

Identifikasi Bahaya, Penilaian Risiko dan Pengendalian Risiko menjadi jawaban yang harusnya sudah dilakukan. Kita tahu bahwa lingkungan yang penuh dengan bahaya bisa menimbulkan resiko-resiko di tempat kerja.

Kasus sederhananya adalah kebanyakan orang akan merasa tidak nyaman bekerja dilingkungan berdebu dan panas. Kalau sudah mengetahui adanya bahaya tersebut yang perlu kita lakukan adalah “Mengendalikannya”. Kalau belum dikendalikan atau diminimalisirjangan harap pekerja bisa bekerja dengan nyaman dan produktif :D

·      L : Liveware

Tidak jauh beda dengan Environment,, Liveware yang disoroti , hanya objeknya saja yang berbeda..pertanyaan yang bisa digali adalah

“Bagaimana atmosthphere diantara pekerja dan rekan kerjanya?”

“Bagaimana Bounding antara Supervisor dan bawahannya?”

Bounding antara pekerja dengan rekan kerjanya serta supervisor atau atasan dengan bawahannya sangatlah penting. Jangan sampai silaturahmi yang tidak baik  ini mencetuskan perilaku tidak aman, saling acuh bahkan tidak mau saling mengingatkan untuk bekerja dengan aman ketika bekerja.

Dan juga yang perlu digaris bawahi adalah..”Sebagai atasan sudah selayaknya anda memberi contoh yang baik dari pesan baik yang ingin anda sampaikan kepada bawahan anda”… kalua meminta pekerja tertib pakai APD anda jug harus tertib memakainya…ingat pekerja punya intel dimana-mana  :D

·      L : central Liveware

Nah yang  terakhir adalah pusat dari semua factor analisa tadi. Adalah apa yang terkandung ada individu itu sendiri

“apakah individu tersebut kompeten untuk melakukan pekerjaannya”

“apakah individu tersebut mempunyai faktor bawaan yang bisa mempengaruhi perilaku di tempat kerja”-(perilaku bawaan yang tidak bisa di manage)

Kalau identifikasi ini baiknya anda menggunakan alat ukur yang objective, contoh menambahkan tes psikologis atau tes keahlian tertentu ketika anda akan menjadikanya sebagai tenaga kerja. Jika semua hasil tel baik tetapi perilaku tetap tidak aman,,berarti bukan dirinya sendiri yang membentuk perilaku tersebut dan anda tiadk boleh menejudge dengan alasan kepribadiannya…

SO…kembalilah ke faktor-faktor yang lain tadi.

 

Nah,,rangers itu tadi pembahasan tentang “SHELL MODEL” di dunia K3. Sekali lagi yang perlu diingat adalah,, “SETIAP PERILAKU YANG DITUNJUKKAN OLEH SESEORANG PASTI ADA PENYEBABNYA”..jadi jangan percaya kalau ada yang bilang..”Aku mencintaimu tanpa sebab”..pastikan lagi pake SHELL YA :D

Semoga Bermanfaat dan Tetap SEMANGAT

Referensi :

Hawkins, Frank H.1987.Human Factors in Flight. Netherland:Gower Technical Press


Jumat, 08 Mei 2020

FAKTOR - FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU AMAN (SAFETY BEHAVIOUR)



Hallo HSE Rangers....
Masih Semangat kan ??
Harus semangat dong..karena hari ini kita akan belajar tentang "SAFETY BEHAVIOUR' atau "PERILAKU AMAN"
Suatu pokok bahasan yang gak ada habis-habisnya jadi masalah di tempat kerja 
Hari ini kita akan belajar "faktor-faktor apa saja sih yang mempengaruhi seseorang berperilaku aman??"
YUK MARI KITA BAHAS BERSAMA...........

Heinrich (1980) menjelaskan bahwa perilaku aman adalah tindakan dari seseorang atau beberapa orang pekerja yang memperkecil kemungkinan terjadinya kecelakaan terhadap pekerja. Bird dan Germain (1990) mengartikan bahwa perilaku aman merupakan perilaku yang tidak  menyebabkan kecelakaan atau insiden. Perilaku aman juga dapat dilihat dari perilaku pekerja di tempat kerja (Geller,2001). Heinrich (1980) menjelaskan bentuk  dari perilaku aman meliputi  :
a.   Mengoperasikan peralatan dengan kecepatan yang sesuai.
b.   Mengoperasikan peralatan yang memang haknya.
c.   Menggunakan peralatan yang sesuai dengan jenis pekerjaannya.
d.   Menggunakan peralatan dengan benar.
e.   Menjaga peralatan keselamatan tetap berfungsi.
f.    Rekan kerja berhasil memperingatkan pekerja lain yang bekerja tidak aman.
g.   Menggunakan APD dengan benar.
h.   Mengangkat dengan beban yang seharusnya dan menempatkannya di tempat yang seharusnya.
i.    Mengambil benda dengan posisi yang benar.
j.    Cara mengangkat material atau alat dengan benar.
k.   Disiplin dalam pekerjaan.
l.    Memperbaiki peralatan dalam keadaan mati.

  Teori – teori tentang perubahan perilaku aman

Suatu perilaku baru atau perubahan perilaku ditanamkan melalui proses penyesuaian psikologis. Weber dalam Ritzer (2013) menjelaskan bahwa penyesuaian psikologis yang muncul dari kebiasaan akan menjadi sebuah tindakan yang menyebabkan perilaku yang pada awalnya membentuk kebiasaan sederhana, kemudian dirasakan sebagai sesuatu yang mengikat, kemudian dengan kesadaran akan pembauran tersebut perilaku akan tertanam dan dapat mempengaruhi orang lain.

Sebuah teori yang dapat menjelaskan lebih lanjut tentang penanaman perilaku ini adalah teori tentang monitoring refleksif terhadap tindakan. Monitoring refleksi atas tindakan merupakan satu unsur tetap dari tindakan sehari – hari dan melibatkan tidak hanya perilaku individu, namun juga perilaku dari individu – individu lainnya. Para pelaku tidak hanya memonitor secara terus-menerus arus aktivitas mereka dan berharap orang lain juga melakukan hal sama terhadap aktivitas mereka sendiri, namun para pelaku tersebut juga secara rutin memonitor aspek-aspek baik fisik maupun sosial dari konteks-konteks tempat di mana mereka bergerak, sehingga mereka akan lebih peka dengan keadaan di sekitar mereka (Giddens,2010).

Lawrence Green (1980) menganalisis tentang perilaku manusia terkait masalah kesehatan, bahwa kesehatan seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh 2 faktor pokok, yakni faktor perilaku (behaviour causes) dan faktor di luar perilaku (non behaviour cause).

 Faktor–faktor yang mempengaruhi perilaku aman
Lawrence Green (1980) menjelaskan tentang faktor–faktor yang mempengaruhi perilaku adalah sebagai berikut :
1.   Predisposing factors (faktor dari diri sendiri) adalah faktor-faktor yag mendahului perilaku untuk menetapkan pemikiran ataupun motivasi yang terdiri dari :
a.   Pengetahuan
Kamus Besar Bahasa Indonesia menjelaskan bahwa pengatahuan adalah segala sesuatu yang diketahui. Pengertian lain menurut Notoatmodjo (2010) tentang pengetahuan adalah hasil tahu dari manusia pengindraan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata,hidung,telinga, dan sebagainya). Adenan
b.   Sikap
Sikap adalah respon dari sesorang yang tidak dapat teramati secara langsung dari diri seseorang (Notoatmodjo,2003). Iklim keselamatan mencakup sikap dan perilaku pekerja yang terkait dengan keadaan aman di sebuah organisasi pada kondisi tertentu (Barling  J dan Frone M R, 2002).
c.   Persepsi
Persepsi terhadap keselamatan dan kesehatan kerja (K3) merupakan pandangan karyawan terhadap apa yang diberikan perusahaan yang bertujuan supaya karyawan terjaga dan terjamin keselamatan dan kesehatan kerjanya (Emilia A H,2015). Persepsi dari lingkungan kerja yang aman dapat mempengaruhi sikap dari pekerja untuk bersikap aman, mempengaruhi cara mereka bekerja dan interaksi antar tenaga kerja (Barling  J dan Frone M R, 2002).
d.   Nilai
Bartens (2004) mengatakan bahwa nilai adalah the addresse of a yes, dengan kata lain nilai dalah sesuatu yang dialamatkan atau yang kita setujui. Keselamatan harus diintegrasikan dari nilai perusahaan yakni dari pimpinan, manajemen dan pekerja yang ada di dalam organisasi tersebut  (Hopwood D dan Thompson S,2006). Lingkungan kerja yang aman akan menimbulkan persepsi perkerja terhadap nilai-nilai keselamatan yang ada di lingkungan sekitarnya. Hal tersebut akan mempengaruhi sikap, keyakinan dan perasaan tertentu pada objek yan ada di sekitarnya (Barling  J dan Frone M R, 2002).
e.   Keyakinan
Keyakinan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah kepercayaan dan sebagainya yang sungguh-sungguh. Keyakinann merupakan respons mental seseorang dalam hubungannya dengan objek tertentu yang disadari sebagai sesuatu yang ada dan terjadi (Notoadmodjo,2010). Manajemen K3 dalam organisasi yang efektif dapat membantu untuk meningkatkan semangat pekerja dan memungkinkan mereka memiliki keyakinan dalam pengelolaan organisasi (Akpan, 2011).
2.   Enabling factors (faktor pemungkin adalah kemampuan dari suatu sumber daya yang diperlukan untuk membentuk perilaku). Faktor pemungkin ini terdiri dari :
a.   Fasilitas penunjang (Ketersediaan APD)
Program pengadaan fasilitas APD menetapkan prosedur untuk memilih, menyediakan, dan menggunakan APD sebagai bagian dari operasi rutin sebuah organisasi (Resee Charles D.2009). Manajemen APD perusahaan di Indonesia mengaju pada Permenaker No 8 tahun 2010 tentang Alat Pelindung Diri (APD).
b.   Peraturan
Peraturan yang dibuat oleh perusaan secara tertulis akan lebih mudah dipertahankan dan dievaluasi dari pada peraturan yang tidak tertulis (Resee Charles D.2009). peraturan khusus berlaku  bagi mereka yang bekerja di tempat kerja tersebut yang mana harus memperhatikan keselamatan dan keamanan dari tempat tersebut (Hopwood D dan Thompson S,2006). Secara tidak langsung peraturan yang dibuat oleh perusahaan akan mengikat pekerja dan anggota organisasi perusahaan lainnya dalam bekerja sesuai dengan peraturan dan standar yang telah ditetapkan.
c.   Kemampuan sumber daya.
Setiap perusahaan memerlukan adanya sumber daya yang mempunyai pengaruh penting untuk mencapai keberhasilan, salah satunya dalam keberhasilan menerapka program Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) (Aprilia R dan Prihartini A E,2016). Sumber daya yang dimaksud adalah sumber daya manusia, dan sumber daya finansial. Tujuan dari adanya perusahaan produktifitas yang menghasilkan kualitas maksimal dengan biaya yang minimum. Semua orang dalam organisasi perusahaan akan menjadi sumbe daya manusia yang baik apabila merekan berinteraksi dan berperilaku dengan baik ( Taylor Bill,2005)
3.   Reinforcing factors (faktor penguat) adalah faktor yang menentukan apakah tindakan yang dilakukan mendapat dukungan seperti:
a.   Rekan kerja
Pekerja terkadang memutuskan untuk berperilaku aman atau tidak aman karena pengaruh dari rekan kerjanya yang juga berperilaku demikian. Geller (2001) menyebutkan bahwa tekanan rekan kerja semakin meningkat ketika banyak terlibat dalam perilaku tertentu dan saat anggota grup yang berperilaku tertentu terlihat relatif kompeten atau berpengalaman sehingga mereka cenderung meniru perilaku tersebut.
b.   Pengawas
Hopwood D. dan Thompson S. (2006) menyatakan bahwa pekerja bukan satu-satunya pihak yang bertanggung jawab dalam terbentuknya perilaku tidak aman, pengawas dan manajemen juga berpengaruh dalam hal tersebut. Mereka juga mengatakan bahwa pengawas memiliki tanggung jawab yang berbeda dengan pekerja. Pengawas tersebut membuat rencana  program keselamatan untuk dikembangkan, dipelihara, dan diimplementasikan serta membuat semua pekerja memahami program keselamatan di tempat kerja.
c.   Pimpinan
Penerapan K3 di perusahaan merupakan salah satu tanggung jawab dari pimpinan. Pimpinan tidak hanya bertanggung jawab dalam pengadaan sarana dan prasarana K3 tapi juga terdap budaya k3 yang dicontohkan dari pimpinan perusahaan (Aprilia R dan Prihartini A E,2016). Pimpinan dan manajemen juga harus meyakinakan para pekerja bahwa semua peralatan yang mereka berikan dalam kondisi aman dan pekerja telah mengetahui cara bekerja dengan aman (Hopwood D dan Thompson S,2006).
d.   Keluarga
Perilaku seseorang di tempat kerja tidak hanya dipengaruhi oleh target  produksi yang harus dicapai, kualitas jaminan yang diberikan  namun juga diluar dari lingkungan kerja seperti memikirkan tentang keluarga. Pekerja yang mengalami ke faktor celakaan kerja juga akan berdampak pada keluarganya, sehingga keluarga dapat membentuk pola perilaku di tempat kerja. hal tersebut dapat membentuk pekerja untuk berperilaku aman maupun tidak aman (Barling  J dan Frone M R, 2002).
e.   Pemberian reward dan punishment.
Beberapa perusahaan telah menerapkan program reward and punishment . Reward diberikan ketika para pekerja atau anggota organisasi di perusahaan  melakukan usaha positif yang dapat meningkatkan baik citra maupun produktifitas perusahaan. Pemberian punishmen diberikan bagi pelanggar peraturan atau regulas yang telah ditetapkan perusahaan. Kontrol kritis dapat dijatuhkan tanpa kontrol fisik sebagai bentuk dari punishment dari perusahaan. Contoh dari punishment yang berupa kontrol kritis dapat berupa pelatihan  khusus maupun teguran (Hopwood D dan Thompson S,2006).


Nah dengan mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku aman, rekan-rekan bisa menentukan kira-kira pengendalian atau metode seperti apa yang cocok untuk bisa membangun perilaku aman di tempat kerja rekan- rekan....

Well...itu tadi sedikit tentang faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku aman...
semoga bermanfaat dan tetap semangat Rangerss........✊✊😁

Referensi :

Akpan, E.I..2011.Effective Safety and Health Management Policy for Improved Performance of Organizations in Africa.International Journal of Business and Management.Vol. 6.No. 3, University of Calabar, Nigeria.
Aprilia R dan Prihartini A E.2016.Pengaruh Kepemimpinan dan K3 Terhadap Kinerja Karyawan Bagian Teknik di PT PLN (Persero) UPJ-Semarang.Jurnal Administrasi Bisnis Vol 1 No.5.1-5
Barling J, Frone M. R (eds).2002.The Phsycologi of Workplace Safety. Washington DC:American Psycological Assosiation
Emilia,Adi H.2015.Persepsi Terhadap Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Terhadap Komitmen Karyawan.Jurnal Psikologi MANDIRI STPY.Vol 1 No. 3. 27-40
Giddens,A.2010.Teori Strukturisasi Dasar-Dasar Pembenukan Struktur Sosial Masyarakat.Dialih Bahasakan Oleh Maufur dan Daryanto.Yogyakarta:Pustaka Pelajar
Green, Lawrence W. 1980.Health Education Planning, A Diagnostic Approach. California:Mayfield Publishing Company
Heinrich, H.W et al.1980.Industrial Accident Prevention a safety Management Approach,5th ed.New York: Mc Graw-Hill

Hopwood D, and Thompson S.2006.Workplace Safety:A guide for Small and Midsized Companies.Canada:John & Sons, Inc.
Notoatmodjo, S. 2010. Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Permenaker No. 8 tahun 2010 tentang Alat Pelindung Diri
Ritzer, George.2013.Eksplorasi dalam Teori Sosial Dari ,etateori sampai Rasionalisasi (Explorations in Social Theory From Metathorizing to Rationalization).Dialih Bahasakan Oleh Astrty Fajria. Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Resee, Charles D.2009. Handbook of Safety and Health for the Service Industry Industrial Safety And Health  For Infrastucture Services.Boca  Raton:CRC Press Taylor & Francis Group

Senin, 04 Mei 2020

LET'S TALK ABOUT "SAFETY TALK"




Hai sobat..masih semangatkan ??😄..harus dong, karena dimanapun kita berada sebagai orang safety harus selalu semangat,,karena semangat yang kita rasakan bisa memberi semangat positif juga utuk sekitar.

well..berbicara tentang semangat,,ada salah satu metode atau ritual yang bisa kita lakukan untuk membangun semangat K3 pada rekan kerja kita ..

"apa sih ritualnya??"

"YA..!...."SAFETY TALK"

"Kok bisa??"

yuk kita bahas >>>

Menurut (Nukmawati & Fitri Arlinkasari,2014) safety talk adalah sebuah program untuk menginspirasi karyawan untuk menerapkan keselamatan dan kesehatan kerja sebagai hal yang penting. Jadi Safety Talk sangat dibutuhkan untuk memberikan informasi kepada tenaga kerja mengenai pentingnya Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3). Dibeberapa perusahaan safety talk diberi sebutan yang berbeda-beda, ada yang menyebut P5M (Pembicaraan 5 menit), ada pula yang menyebut dengan istilah Toolbox Talk. well tetapi prinsip dan tujuan pelaksanaannya tetap sama.

Charles D. Reese dalam bukunya yang berjudul Occupational Helath and Safety Mnagement : A Practical Approach (2009) menjelaskan bahwa safety talk mungkin tidak seefektif seperti komunikasi antar satu orang ke satu orang lainnya, tetapi safety talk  lebih efefktif dari memorandum atau pesan tertulis.

Safety talk juga mempunyai manfaat untuk meningkatkan bounding antara supervisor atau petugas K3 kepada pekerjanya. Dengan membentuk bounding yang baik kepada pekerja, maka akan lebih mudah untuk kita memberikan informasi-informasi untuk meningkatkan kesadaran tentang penerapan K3 yang baik. 

  Tata cara Safety Talk

Charles D. Rese (2009) mengemukakan beberapa panduan yang dapat digunkan untuk melalukan safety talks yang meliputi :
a.   Rencanakan kegiatan safety talks dan kirimkan pemberitahuan di awal.
b.   Siapkan bahan pendukung terlebih dahulu.
c.   Ikuti prosedur dalam presentasi seperti : menjelaskan tujuan presentasi ,cobalah untuk menjawab pertanyaan yang diberikan, mengemukakan kembali tujuan materi dan meminta tindakan dari presentasi yang diberikan.
d.   Buatlah daftar kehadiran wajib.
e.   Buatlah setiap karyawan menentukan panjang waktu untuk setiap sesi.
f.  Mintalah umpan balaik dari karyawan tentang topik yang ada atau topik yang diajukan lainnya.
g.   Libatkan karyawan dengan memberikan saran atau mengizinkan mereka membuat presentasi yang sesuai.
h.   Buatlah yang kuat untuk sepanjang minggu kerja.

Nah itu tadi sedikit pembahasan tentang safety talk dan tata caranya...
Sobat sudah memberi safety talk belum ke rekan kerjanya??....
yuk lalukan safety talk... ingat "sedikit kebaikan yang anda beri bisa bermanfaat besar untuk orang lain"

Terimakasih..dan tetap semangattt  sobat K3..


            Referensi :
Nikmawati,fitri Arlinkasari.2014.Relationship between Employees Attitude Towards Safety Talk and Intention to Apply Safety and Health at Workplace.Jakarta:Universitas Mercubuana.Edisi 2 vol 2 Desember 2014
Reese,Charles D.2009.Occupational Health and Safety Management : A Practical Approach.Boca Raton : CRC Press